85 / 100

WartaSugesti.com | Sunat atau khitan adalah tindakan menghilangkan atau memotong sebagian kulup, yaitu lipatan kulit yang menutupi ujung penis. Umumnya dilakukan saat masih bayi atau kanak-kanak.

Prosedur sunat juga dapat dilakukan pada orang dewasa untuk alasan agama, budaya, atau medis.

Manfaat Sunat
1. Menjaga Kebersihan Penis
2. Mencegah Penularan Penyakit Menular Seksual
3. Mengurangi Risiko Gangguan Penis
4. Mengurangi Risiko Infeksi Saluran Kemih
5. Mengurangi Risiko Kanker Penis

Sebagai bagian dari syiar Islam, khitan merupakan tradisi yang telah berlaku sejak masa silam.

Bahkan, Nabi Muhammad mengkhitankan kedua cucu beliau, Hasan dan Husain, ketika mereka berumur delapan hari.

Pada hakikatnya, khitan telah disyariatkan jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT untuk umat muslim di seluruh muka bumi.

Nabi Ibrahim AS merupakan salah satu utusan Allah SWT yang diberi syariat atas khitan.
احْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ النَّبِيُّ ﷺ وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةٌ بِالْقَدُومِ
Artinya: “Nabi Ibrahim berkhitan ketika berusia 80 tahun menggunakan kapak.” (HR Bukhari).

Hal itu kemudian dilanjutkan dengan terus dilakukan hingga umat Nabi Muhammad SAW sebagaimana adanya perintah bagi umat Islam agar mengikuti tata cara ritual Nabi Ibrahim AS.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 123:
ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

Maksud perintah (kewajiban) mengikuti agama Nabi Ibrahim AS pada ayat tersebut adalah melaksanakan seluruh ajarannya, termasuk di dalamnya khitan.

Ayat tersebut dijadikan dasar hukum khitan bagi laki-laki dalam agama Islam.

Hal tersebut juga berkaitan erat dengan perintah berkhitan bagi umat Nabi Muhammad SAW secara khusus disebutkan dalam beberapa nash syar’i, salah satunya hadits berikut.
خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ : الاِسْتِحْدَادُ وَالْخِتَانُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Lima dari fitrah: memotong bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR Jama’ah).

Di Indonesia sendiri, khitan atau sunat adalah proses yang umumnya dilakukan ketika anak laki-laki berusia 6–10 tahun atau saat memasuki usia sekolah dasar.

Pasalnya, semakin tua usia pria yang disunat, maka semakin rumit pula prosedur yang dijalani dan rata-rata membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses penyembuhannya.

Meski pada awalnya sunat cenderung didasari oleh alasan budaya dan agama, kini prosedur ini banyak disarankan pada setiap pria untuk menjaga kebersihan dan kesehatan alat kelaminnya.

Bahkan, CDC telah merekomendasikan sunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.

Secara umum, setiap pria disarankan dan dibolehkan sunat, kecuali pria dengan beberapa kondisi berikut:

Bayi yang belum genap berusia 12–24 jam.
Penderita hipospadia (lubang uretra terletak di bagian bawah penis), karena memerlukan teknik operasi khusus.
Menderita gangguan pembekuan darah, seperti hemofilia.
Terdapat gangguan pada posisi penis.
Menderita kelainan kulit atau jaringan ikat yang menghambat proses penyembuhan luka.

Penjelasan manfaat sunat
1. Menjaga Kebersihan Penis
Salah satu tujuan sunat adalah menjaga kebersihan penis. Pasalnya, kulup pada ujung kemaluan berpotensi menjadi tempat penumpukan sel kulit mati, bakteri, dan minyak. Tanpa menjalani sunat, penis harus dibersihkan dengan ekstra. Jika tidak, maka akan timbul penumpukan daki atau bercak putih kekuningan (smegma) yang berbau tidak sedap dan meningkatkan risiko infeksi.

2. Mencegah Penularan Penyakit Menular Seksual
Sunat bagi pria juga bermanfaat untuk mengurangi risiko penyakit menular seksual, seperti herpes genital, HIV, dan sifilis. Manfaat ini juga dapat menurunkan risiko penyakit menular seksual pada pasangan wanitanya.

3. Mengurangi Risiko Gangguan Penis
Umumnya, tujuan sunat adalah untuk menurunkan risiko seorang pria terserang gangguan pada penis seperti, fimosis dan balanitis. Perlu diketahui, pria dewasa yang belum disunat berisiko lebih tinggi mengalami fimosis, yaitu kondisi dimana kulup penis yang tertarik, malah tersangkut atau tidak dapat kembali ke posisi semula.

Sementara itu, balanitis dapat terjadi ketika kulit terluar penis dan kepala penis yang belum disunat mengalami infeksi sehingga terasa gatal, meradang, dan memerah.

4. Mengurangi Risiko Infeksi Saluran Kemih
Salah satu manfaat sunat atau khitan adalah mengurangi risiko infeksi saluran kemih (ISK). Meski umumnya ISK lebih banyak terjadi pada wanita, namun pria yang belum sunat juga memiliki risiko tinggi terserang infeksi saluran kemih.

5. Mengurangi Risiko Kanker Penis
Meski risiko kanker penis pada pria cenderung rendah, namun pria yang tidak disunat berisiko tinggi mengalami penyakit ini karena beberapa penyakit seperti infeksi HIV, infeksi HPV, fimosis, dan balanitis merupakan faktor risiko dari kanker penis.

Mengurangi risiko infeksi saluran kemih yang dapat merujuk kepada masalah ginjal. Infeksi ini umumnya lebih sering terjadi pada orang yang tidak menjalani sunat. Mengurangi risiko kanker penis. Mengurangi risiko kanker serviks pada pasangan

Sunat memberikan manfaat untuk seks, menurut sebuah penelitian terhadap lebih dari 1.000 pria dengan ejakulasi dini.

Dalam penelitian tersebut dibagi menjadi dua kelompok, dan satu kelompok menjalani sunat.

Setelah penelitian berjalan satu tahun, kelompok yang disunat dilaporkan mampu bertahan lebih lama saat berhubungan seks, dengan kontrol yang lebih baik terhadap kapan ejakulasi dan meningkatkan kepuasan terhadap hubungan seks.

Hukum Khitan Menurut Syariat
Mengutip buku Fikih Kontemporer yang ditulis oleh Drs. Sofwan, M.Ag., menurut Mahmud Syaltut, masalah khitan termasuk ke dalam masalah ijtihadiyah.

Hal itu disebabkan karena tidak ada nas Al-Qur’an dan hadits yang shahih (jelas petunjuknya) yang menjelaskan masalah khitan.

Oleh karena itu, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum khitan.

Mazhab Maliki dan Hanafi menilainya sunnah berdasarkan hadits yang dituturkan Ahmad ibn Hanbal dan Al-Baihaqi yang menyatakan bahwa “khitan adalah sunnah bagi pria dan kehormatan bagi wanita.” Namun, ada yang menilai bahwa hadits tersebut dha’if.

Sementara itu, ulama Mazhab Syafi’i dan Hambali mewajibkan khitan bagi pria dengan alasan bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan seseorang yang beru memeluk Islam agar berkhitan, sesuai dengan perintah Allah untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim AS.

Hal tersebut didasari oleh hadits yang dinukil dari buku Adab Berpakaian dan Berhias (Fikih Berhias) karya Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah. Diriwayatkan dari Ibnu Juraji ia berkata bahwa ia mendapatkan berita dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ia pernah datang menemui Rasulullah SAW sambil berkata, “Aku telah masuk Islam.”

Beliau (Nabi Muhammad-red) berkata, “Buanglah rambut kekafiran darimu.”
Riwayat lain, “Cukurlah.” Ia juga mendapatkan berita bahwa Rasulullah SAW berkata kepada yang lain, “Buanglah darimu rambut kekafiran dan berkhitanlah.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ath Thabrani, Ibnu Addi, Al-Baihaqi).

Dari buku Fiqh Kontemporer oleh Sudirman, ulama lain yang mengatakan khitan wajib adalah menurut Al-Khitaby, Ibn al-Qayyim al-Jauziyah berkata bahwa hukum khitan adalah wajib.

Al-Ata’ berkata, “Apabila orang dewasa masuk Islam belum dianggap sempurna Islamnya sebelum ia melakukan khitan.”

Dinukil dari berbagai sumber oleh Slamet, Ahli Madya Keperawatan.

Sunat