WartaSugesti.com // Banjarmasin – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) bersama Kementerian Keuangan Satu KalimantanSelatan kembali melakukan publikasi kinerja Anggaran, Pendapatan, dan Belanja Negara (APBN) pada kegiatan Assets Liabilities Committee (ALCo) yang dilaksanakan di Aula Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Selatan, Jl. D. I. Panjaitan No.24, Kec. Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin.
Kepala Kanwil DJP Kalselteng Syamsinar menyampaikan, penerimaan pajak terealisasi sebesar Rp6,55 Triliun atau 32,15%, terkontraksi 38,37% (yoy). Rincian penerimaan per jenis pajaknya
yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas sebesar Rp4,66 triliun, terkontraksi 17,88%. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp179,16 miliar, mengalami kontraksi 55,16%, disebabkan oleh WP yang melakukan pembayaran selain tahun berjalan mengalami penurunan. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp1,15 triliun, kontraksi sebesar 73,71% yang disebabkan oleh tingginya angka restitusi di awal tahun 2025. Penerimaan dari Pajak Lainnya sebesar Rp563,25 miliar, tumbuh sebesar 11.860,89% dibanding penerimaan tahun lalu.
Syamsinar juga menyampaikan bahwa ada keresahan di masyarakat khususnya Para Pelaku UMKM dengan adanya program baru dari pemerintah. “Program yang diluncurkan oleh Pemerintah khususnya di Kementerian Keuangan, bahwa untuk mengoptimalisasi penerimaan dari sektor pajak, akan diperluas basis pajak melalui penertiban shadow economy. Dalam
bayangan masyarakat yang dimaksud shadow economy ini adalah pelaku usaha UMKM, sehingga mereka berpikir bahwa jangan sampai mereka dikenakan jenis pajak baru. Padahal sesungguhnya itu tidak benar. Pemerintah masih melindungi UMKM, peraturan pajak terkait UMKM masih berlaku yang menyatakan bahwa UMKM dengan omzet sampai dengan 500 juta setahun tidak dikenakan pajak,” ujarnya.
“Shadow economy yang dimaksud pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah usaha dengan omzet di atas 500 juta setahun tapi belum terdaftar dalam sistem pajak. Kemudian
selanjutnya adalah perdagangan bernilai tinggi yang belum dilaporkan. Dan terakhir adalah sektor ekonomi besar tapi belum masuk sistem administrasi pajak. Shadow economy ini harus ditertibkan karena kita menganut sistem adil dan merata, artinya bahwa kita mau pihak yang
mempunyai penghasilan besar itu juga harusnya membayar pajak lebih besar,” tambah Syamsinar.
Syamsinar menjelaskan, mulai awal tahun 2026, untuk pelaporan SPT Tahunan
PPh Tahun Pajak 2025 akan dilakukan melalui Coretax.
“Dengan dilakukannya pelaporan SPT Tahunan melalui Coretax, harus ada prosedur yang dilakukan terlebih dahulu sebelum dapat melakukan pelaporan, yaitu yang pertama adalah melakukan aktivasi akun Coretax Wajib Pajak dan yang kedua adalah membuat Kode Otorisasi untuk bisa melaporkan SPT Tahunan,” jelasnya.
Baca juga : DJP Kalselteng : Waspada Penipuan Pajak
Publikasi ALCo diselenggarakan setiap bulan dan bertujuan untuk memublikasikan kinerja fiskal dan ekonomi pembangunan di Kalimantan Selatan. Kegiatan dihadiri oleh Pimpinan Unit Eselon I Kemenkeu Satu Kalsel, local expert Kalimantan Selatan, serta Media/Pers di Wilayah Kota Banjarmasin.
Pertumbuhan Kuat dan Indikator Kesejahteraan Membaik Perekonomian Kalimantan Selatan (Kalsel) menunjukkan ketahanan yang baik dengan pertumbuhan pada Triwulan II 2025 mencapai 5,39% (yoy), melampaui pertumbuhan ekonomi Nasional yang berada di angka 5,12% (yoy). Pertumbuhan ini menjadikan Kalsel sebagai salah satu kontributor tertinggi di regional Kalimantan, dengan kontribusi sebesar 15,96% dari total perekonomian Regional.
Pertumbuhan ini didorong oleh sektor-sektor utama, di mana industri pengolahan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 17,75%, sedangkan sektor pertambangan mendominasi struktur PDRB dengan pangsa 27,05%. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi motor penggerak utama, tumbuh 5,51% dan menyumbang 44,03% dari total PDRB Kalsel.
Stabilitas harga di Kalsel berhasil terjaga dengan tingkat inflasi yang terkendali pada level -0,16% (mtm) atau 2,68% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional. Beberapa komoditas yang berkontribusi terhadap deflasi bulanan adalah bawang merah, daging ayam ras, dan ikan gabus.
Kinerja Fiskal Kalimantan Selatan
Hingga 31 Agustus 2025, realisasi pendapatan APBN di Kalsel mencapai Rp8,31 Triliun, atau 37,68% dari target sebesar Rp22,05 Triliun. Pencapaian ini didorong oleh realisasi penerimaan
perpajakan sebesar Rp6,55 Triliun atau 32,15% dari target sebesar Rp20,36 Triliun. Penerimaan Bea dan Cukai sebesar Rp625,49 Miliar atau 239,52% dari target sebesar Rp261,14 Miliar.
Terakhir dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp1,14 Triliun atau 79,76% dari target sebesar Rp1,42 Triliun.
Dari tiga komponen jenis penerimaan tersebut, sebesar 78,8% didominasi oleh penerimaan perpajakan, sebesar 13,7% dikontribusikan oleh PNBP, dan sebesar 7,5% disumbang dari penerimaan Bea dan Cukai.
Sedangkan dari sisi belanja, realisasi APBN mencapai Rp25,51 Triliun, atau 61,46% dari pagu sebesar Rp41,5 Triliun. Realisasi tersebut disalurkan kepada dua jenis belanja yaitu Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp4,94 Triliun atau 48% dari target sebesar Rp10,29 Triliun.
Dan yang kedua disalurkan kepada belanja Transfer ke Daerah (TKD) dengan realisasi mencapai Rp20,56 triliun atau 65,91% dari total pagu Rp31,20 triliun.
Jenis Belanja TKD masih mendominasi struktur belanja APBN di Kalsel dengan kontribusi 80,62% dari total belanja APBN. Sementara kontribusi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) terhadap total Belanja APBN di Kalsel sebesar 19,38%. Secara komposisi, realisasi TKD Kalimantan Selatan masih didominasi oleh DBH yang mencapai 56,60% dari total penyaluran. Dari sisi kinerja TKD per pemerintah daerah, Kota Banjarbaru mencatat penyaluran tertinggi dengan
69,54%, sementara Kabupaten Kotabaru masih terendah dengan 62,89%. (Juna)