79 / 100

WartaSugesti.com | Surabaya – 3 siswa SDN Ketabang Surabaya, tidak mendapatkan buku agama, bantuan dari sekolah yang menjadi hak mereka. Buku Agama yang seharusnya diberikan, ditahan karena mereka menunggak pungutan bulanan yang dilakukan oleh Koordinator Kelas (Korlas).

“Mulanya anak saya ngasih tahu, karena pas mengikuti mata pelajaran agama hanya disampaikan kekurangan pelunasan untuk Korlas. Kok ini, Anak saya tidak mendapat bagian salah satu buku mata pelajaran yaitu mata pelajaran agama,” Jumat ( 25/6/25).

SDN Ketabang, yang notabene adalah Sekolah Negeri diduga turut mendukung adanya pungutan kepada wali siswa yang dilakukan oleh Korlas sekolah tersebut dengan istilah “sumbangan pendidikan”. Nominal uang yang diminta per siswa nya mencapai Rp20.000/bulannya.

“Saya keberatan, tak lunasi Korlas dulu biar anak saya tidak di-bully sama temannya,” ujar salah satu wali murid dan membayar tunggakan korlas dengan titipan 100ribu tetapi buku tetap tidak dikasih.

Sudah bukan rahasia umum,  bahwa pungutan seperti hal tersebut masih saja terjadi di institusi pendidikan sekolah negeri.

Bukan sekali dua kali kasus pungli dialami orang tua/wali murid, melainkan berulang kali.

Mirisnya, upaya mengatasinya tampak tidak serius dan biasanya berakhir dengan menutup kasus tanpa ada sanksi tegas.

Pihak sekolah beralasan, dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang pemerintah berikan tidak mencukupi untuk menanggung semua kegiatan siswa.

Saat dikonfirmasi, Kepala SDN Ketabang Surabaya, Suparni membantah adanya penahanan buku bila tak melunasi uang korlas dulu.

“Adanya korlas fine fine aja, mulai dari kelas 1,” ujar Suparni selaku Kepala Sekolah.

Tentu hal itu memberatkan para orang tua/wali murid, tetapi mereka juga khawatir akan berdampak pada pendidikan anak-anak mereka.

Uang

Faktanya, kasus pungli di sekolah negeri seolah telah menjadi “budaya” dalam sistem pendidikan di era demokrasi saat ini.

Pertanyaannya, apakah memungut uang dari para orang tua/wali murid di sekolah atas nama Korlas dapat dibenarkan?

Bukankah sektor pendidikan menjadi tanggung jawab penuh negara yang seharusnya digratiskan, kok ini malah memungut uang rakyat?. (Vicky)