WartaSugesti.com | Banjarmasin – Seorang anak muda pemilik kafe, mengeluhkan kondisi pendapatan kafenya yang dalam dua bulan ini menurun drastis, hingga tidak bisa menutupi biaya operasional bulanan.
Sebabnya biaya tarif parkir sejak April naik menjadi Rp 3. 000 untuk kendaraan roda dua dan Rp. 5.000 untuk kendaraan roda empat. Sebagaimana Perda Nomor 15 tahun 2023 yang berlaku sejak April 2024.
Naiknya tarif parkir, mempengaruhi jumlah pengunjung, berdampak pada pendapatan dan akhirnya setoran untuk pajak daerah juga menurun.
Seorang ibu muda bercerita, dari pada bayar tarif parkir mahal karena harus belanja di beberapa tempat, lebih baik diantar saja, dan suaminya yang mengantar menunggu duduk di kendaraannya, toh belanjanya tidak lama.
Parkir sebentar, belanja hanya sepuluh ribu, parkirnya tiga ribu. Kalau mampir di tiga tempat jumlahnya jadi sembilan ribu.
Ongkos untuk dapur bertambah karena harus bayar parkir berulang kali, sementara pendapatan tidak bertambah.
Ambin Demokrasi, Mencari Role Model Pemimpin Kalsel
Parkir mahal, pembeli toko dan pasar sepi, penjualan pedagang menurun, perputaran uang melambat, geliat ekonomi turun dan pendapatan daerah dari pajak tentu saja juga terdampak.
Kenapa tarif parkir harus naik? Padahal Banjarmasin bukan lagi ibu kota provinsi. Statusnya sudah turun jadi kota Banjarmasin saja, sama seperti kabupaten lainnya yang bukan ibu kota provinsi.
Mestinya, bila status kota turun, pajak dan tarif juga turun menyesuaikan status kotanya, bukan sebaliknya lebih mahal dari ibu kota provinsi.
Tidakkah dirasakan, status kota memberi dampak geliat ekonomi, dan berpengaruh pada pendapatan warga kota.
Idealnya, bila sebuah kebijakan diterbitkan. Sebelum diberlakukan, diuji coba dulu skemanya.
Apalagi bila memberi dampak bagi instrument ekonomi lainnya. Untuk apa parkir naik bila pendapatan lainnya turun? “Rugi di acan, rugi pula di asam”. (Juna)