WartaSugesti.com | freedom of the press atau kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan.
Produk media itu, seperti menyebar luaskan, pencetakan dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
Kebebasan pers di Hong Kong dikutip dari Viva.co.id, telah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional pada tahun 2020.
Hal itu telah menyebabkan meningkatnya penyensoran, penangkapan jurnalis, penutupan outlet media independen, dan lingkungan yang lebih terbatas bagi jurnalis dan organisasi berita.
Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih.
Melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri.
Karena itu, media dapat dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Kebebasan pers pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi.
Dengan kebebasan pers, media massa dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi, sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi atau disebut civic empowerment
Baru-baru ini, pengadilan di Hong Kong memutuskan bersalah dua editor media Stand News yang sekarang sudah tidak beroperasi lagi karena dituduh bersekongkol untuk menerbitkan artikel-artikel yang menghasut dalam kasus yang secara luas dipandang sebagai barometer bagi masa depan kebebasan media di kota yang diperintah Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang pernah dipuji sebagai benteng kebebasan pers di Asia
Dilansir The Hong Kong Post, Senin 16 September 2024, dua editor Stand News, Chung Pui-kuen, 54, dan Patrick Lam, 36, dipenjara hingga dua tahun ketika mereka dijatuhi hukuman pada awal September 2024.
Hukuman yang dijatuhkan kepada keduanya merupakan yang pertama atas tuduhan penghasutan terhadap jurnalis atau editor mana pun sejak penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China pada tahun 1997.
Shein Kritikus internasional, termasuk pemerintah Amerika Serikat, mengatakan kasus ini mencerminkan memburuknya kebebasan media di bawah kekuasaan PKT.
Stand News, yang pernah menjadi outlet media daring terkemuka di Hong Kong dengan campuran reportase kritis dan komentar, digerebek oleh polisi setempat pada bulan Desember 2021 dan asetnya dibekukan, yang menyebabkan penutupannya.
Selain Chung, Lam, perusahaan induk Stand News, Best Pencil (Hong Kong) Ltd., juga didakwa melakukan konspirasi untuk menerbitkan publikasi yang menghasut sehubungan dengan 17 artikel berita dan komentar antara Juli 2020 dan Desember 2021.
Chung dan Lam mengaku tidak bersalah, sementara hanya Chung yang hadir di pengadilan pada hari Kamis (29 Agustus) untuk mendengarkan putusan.
Chung dilaporkan menyunting atau mengesahkan sebagian besar artikel yang dianggap mengandung unsur hasutan oleh pengadilan.
Kompaspedia menulis, Kebebasan pers pada negara tidak pernah lepas dari situasi dan kepentingan politik di negara tersebut. Ketika politik menjadi “panglima”, maka kebebasan pers cenderung dikendalikan rezim yang berkuasa.
Fakta Singkat sejarah kebebasan pers di Indonesia dilansir dari kompas media.
Pembredelan media pada zaman kemerdekaan sudah ada sejak tahun 1957. Soekarno juga pernah menutup Harian Nusantara, Pedoman, dan Indonesia Raya.
Demokrasi Terpimpin melarang semua informasi bahkan musik dari barat sehingga buku dan koran barat dilarang masuk Indonesia.
Menjelang peristiwa Gestapu 1965, partai politik memiliki banyak media cetak hingga terjadi perang ideologi lewat media massa yang sangat bebas. Saat itu, bahkan PKI pernah memiliki 78 media cetak yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pasca-diberlakukannya UU Pokok Pers Nomor 11/1966, tercatat 28 media massa dicabut surat izin terbitnya dan 2 surat kabar dicabut surat izin cetaknya.
Media massa yang dibredel pada awal masa Orde Baru, yaitu Duta Masyarakat, Harian Sinar Harapan, Harian Nusantara, The Jakarta Times, dan Harian Indonesia Raya.
Pada tahun 1978, Harian Kompas sempat ditutup selama dua minggu karena memberitakan isu aksi mahasiswa yang menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden.
Dengan menggunakan UU Pokok Pers Nomor 21/1982, pemerintah membredel 11 media massa dengan mencabut SIUPP nya termasuk Tempo dan DeTik pada tahun 1994.
Akhirnya, Pada Era Reformasi, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers untuk menggantikan UU Pokok Pers Nomor 11/1966 dan dihilangkannya posisi Menteri Penerangan.
Pada awal Orde Baru, masih dari Kompaspedia, tepatnya tahun 1967, dibentuk Dewan Pers yang diketuai oleh Menteri Penerangan. Perjalanan kebebasan informasi publik yang digaungkan pada awal Orde Baru nyatanya selalu berada dalam pengawasan pemerintah.
Kastaf Kopkamtib waktu itu, Laksamana Soedomo menggaungkan, pemerintah tidak mengekang pers, tetapi media harus mengembangkan kebebasan pers yang bertanggung jawab, mengecek ulang informasi negatif, tidak boleh menghasut.
Bahkan, jika ada perbedaan dengan pemerintah harus dilakukan secara wajar, harus menjaga kepentingan nasional.(spam)
*Fakta atau Hoaks?
Silahkan klik WhatsApp pemimpin redaksi 08992870079 untuk konfirmasi.
Klik saluran WhatsApp WartaSugesti.com untuk update berita-berita terkini.
Tim Redaksi