WartaSugesti.com | SURABAYA – DF (12), bocah asal Surabaya telah terpapar konten asusila sehingga terdorong menirukannya. Dan celakanya, sasarannya adalah anak perempuan usia 6 tahun yang merupakan adik tirinya sendiri.
Bocah yang lugu itu mendadak gelap mata, tidak hanya meraba-raba korban, tetapi juga mengajak berhubungan tidak selayaknya.
Konten bernuansa dewasa bahkan asusila yang semakin permisif diakses melalui gadget, semakin tidak membatasi usia. Akibatnya, pengaruhnya cepat meracuni pikiran anak-anak dan berbahaya bagi pergaulan.
Untung 1 M, Pemilik Internet Video Porno Terancam 12 Tahun
Kasus tersebut akhirnya bergulir dan DF terpaksa diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Perbuatan itu terungkap setelah korban menceritakan apa yang dilakukan DF kepada ibunya.
Mulanya korban dan DF tidur siang bareng di satu kamar saat rumah sedang sepi. Orang Tua mereka sedang pergi, dan saat itulah tindak asusila di bawah umur terjadi.
Lantaran kasus ini pencabulan ditambah korban dan pelaku masih anak-anak, PN menggelar sidang tersebut secara tertutup.
Menakar Peluang Duet Anies dan Kaesang
Roni Bahmari selaku pengacara DF menyebut kasus itu bisa terjadi karena kebiasaan menonton video-video yang ada di jejaring sosial X.
“Akibatnya (DF) tergerak mempraktikkan secara langsung,” ujarnya.
Zamal Nasution, PhD, dosen Pemberdayaan Perempuan Unair mengaku kejadian ini miris dan bila diperhatikan secara cermat sebenarnya menjadi tanggungjawab orang tua dan keluarga.
Jadi bukan semata-mata kesalahan anak. Menurut Zamal, seseorang apabila masih berusia anak maka sepenuhnya tanggung jawab orang tua.
“Lebih-lebih jika sudah menginjak usia 12 tahun. Sudah punya nafsu seksual sehingga harus didampingi dan dididik bertanggungjawab dengan fungsi reproduksinya,” ujarnya.
Zamal melanjutkan, menurutnya internet diciptakan untuk segala umur. Semua bisa mengakses informasi hanya lewat handphone. Tak terelakkan, seringkali penggunanya kesulitan menghindari konten-konten negatif.
“Untuk itu tanggungjawab orang tua harus mengawasi setiap saat. Sekali pun orang tua sibuk bekerja, harus mendelegasikan pengawasan ke pengasuh atau ke keluarga lain,” imbuhnya.
Menurutnya, korban harus benar-benar didampingi supaya tidak mengalami trauma. Sedangkan, pelaku harus benar-benar dididik.
Perbuatan cabul sebenarnya diatur dalam Undang-Undang. Tetapi karena yang melakukan perbuatan cabul tersebut masih anak maka harus mengedepankan restoratif justice.
” Maka sangat penting tumbuh kembang pelaku harus benar-benar dipantau agar kejadian tersebut tidak terulang,” tandasnya. (Lastomo)